Pengawasan Dana BOS Butuh Partisipasi Aktif Masyarakat
Mendiknas Mohammad Nuh mengajak masyarakat untuk berpartisipasi memantau pelaksanaan program bantuan operasional sekolah tingkat SD dan SMP di seluruh Tanah Air agar dana triliun rupiah tersebut disalurkan tepat sasaran. “Pengawasan oleh orang tua murid menjadi bagian terpenting supaya BOS (bantuan operasional sekolah) bisa tepat sasaran dalam pelaksanaannya di sekolah-sekolah,” kata Mendiknas M Nuh pada acara Sosialisasi Social Marketing dan Informasi Program BOS didampingi wakil Bank Dunia di Jakarta, Senin.
Hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional dan Bank Dunia ditemukan bahwa keterlibatan masyarakat, dalam hal ini orangtua siswa terhadap pengawasan terhadap pemanfaatan dana BOS di sekolah sangat minim. Mendiknas mengungkapkan penelitian Bank Dunia terhadap 3.600 orang tua pada 720 sekolah di Indonesia. Hasilnya, sebagian besar responden yang berpendidikan SD-SMA, pengetahuan orang tua tentang BOS masih rendah.
Untuk itu, Mendiknas meminta agar komite sekolah terlibat secara aktif untuk tidak sekedar merancang apa yang akan dilakukan oleh sekolah dengan BOS, tapi ikut berperan dalam pengendaliannya. “Penggunaan BOS tidak semata-mata ditentukan oleh kepala sekolah. Pemanfaatan dana BOS mestinya harus dimusyawarahkan dengan komite sekolah sebagai perwakilan dari masyarakat,” katanya.
Karena entitas terkecil tapi paling penting itu adalah komite-komite sekolah itu sendiri. Pihak sekolah harus memfasilitasi terbangunnya komunikasi pihak orang tua di komite sekolah, supaya sosialisasi pelaksanaan BOS di sekolah jauh dari anggapan adanya kecurangan, kata Nuh. Dikatakannya, pemerintah tidak menutup mata adanya penyimpangan-penyimpangan dana BOS yang tersebar di 250 ribu sekolah tingkat SD dan SMP. “Namun jumlahnya tidak signifikan dan tidak membuat program BOS dihentikan”.
Program BOS yang telah dimulai sejak 2005, bertujuan meningkatkan akses anak dalam pendidikan dasar 9 tahun. Pada 2005 anggaran BOS dari pemerintah pusat melalui APBN sebesar Rp 5,1 triliun. Jumlah itu terus meningkat menjadi Rp 12,3 triliun pada 2006, kemudian Rp 12,4 triliun pada 2007, menurun sedikit menjadi Rp 12,2 triliun pada 2008 dan meningkat lagi menjadi Rp 19,4 triliun pada 2009.
Target siswa SD dan SMP yang dilayani pun tiap tahun bertambah. Pada 2005 sebanyak 39 juta siswa, kemudian 2006 bertambah menjadi 39,7 juta siswa, meningkat lagi menjadi 41,9 juta siswa pada 2007, kemudian 42 juta siswa pada 2008 dan pada tahun 2009 adalah 42,5 siswa. Tahun 2010, dana yang diterima untuk masing-masing siswa sebesar Rp 397 ribu untuk tingkat SD. Sementara siswa SMP menerima Rp 570 ribu. Untuk wilayah kota jumlahnya menjadi Rp400 ribu untuk tingkat SD dan Rp 575 ribu bagi SMP.
Terkait masih adanya keterlambatan pencairan dana BOS di sekolah-sekolah, Dirjen Mandikdasmen Kemdiknas, Suyanto mengatakan hal itu disebabkan lambatnya laporan BOS tahun sebelumnya dari pihak sekolah yang disampaikan oleh dinas setempat.
Ia mencontohkan beberapa daerah seperti Nanggroe Aceh Darussalam yang seluruh sekolah penerima dana BOS sudah bisa mencairkan pada Januari 2010. Sementara beberapa daerah seperti Sumatera Utara dan Bengkulu mengalami keterlambatan akibat laporan keuangannya belum sampai ke pusat. “Hal-hal seperti ini harusnya bisa dibenahi terus menerus. Tapi hingga Agustus ini, sudah seluruh dana BOS dicairkan oleh sekolah-sekolah. Tinggal kita tunggu laporan serapannya pada akhir 2010 nanti,” tandas Suyanto.
Program BOS dimulai sejak tahun 2005 untuk mewujudkan program Wajib Belajar 9 Tahun. Dengan adanya program BOS, diharapkan biaya sekolah menjadi murah dan gratis bagi masyarakat miskin. Hadir pada acara Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdiknas Suyanto, Direktur Pembinaan TK dan SD Ditjen Mandikdasmen Mudjito, Direktur Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen Didik Suhardi, dan Wakil Bank Dunia Mae Chu Chang.
Hasil penelitian yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional dan Bank Dunia ditemukan bahwa keterlibatan masyarakat, dalam hal ini orangtua siswa terhadap pengawasan terhadap pemanfaatan dana BOS di sekolah sangat minim. Mendiknas mengungkapkan penelitian Bank Dunia terhadap 3.600 orang tua pada 720 sekolah di Indonesia. Hasilnya, sebagian besar responden yang berpendidikan SD-SMA, pengetahuan orang tua tentang BOS masih rendah.
Untuk itu, Mendiknas meminta agar komite sekolah terlibat secara aktif untuk tidak sekedar merancang apa yang akan dilakukan oleh sekolah dengan BOS, tapi ikut berperan dalam pengendaliannya. “Penggunaan BOS tidak semata-mata ditentukan oleh kepala sekolah. Pemanfaatan dana BOS mestinya harus dimusyawarahkan dengan komite sekolah sebagai perwakilan dari masyarakat,” katanya.
Karena entitas terkecil tapi paling penting itu adalah komite-komite sekolah itu sendiri. Pihak sekolah harus memfasilitasi terbangunnya komunikasi pihak orang tua di komite sekolah, supaya sosialisasi pelaksanaan BOS di sekolah jauh dari anggapan adanya kecurangan, kata Nuh. Dikatakannya, pemerintah tidak menutup mata adanya penyimpangan-penyimpangan dana BOS yang tersebar di 250 ribu sekolah tingkat SD dan SMP. “Namun jumlahnya tidak signifikan dan tidak membuat program BOS dihentikan”.
Program BOS yang telah dimulai sejak 2005, bertujuan meningkatkan akses anak dalam pendidikan dasar 9 tahun. Pada 2005 anggaran BOS dari pemerintah pusat melalui APBN sebesar Rp 5,1 triliun. Jumlah itu terus meningkat menjadi Rp 12,3 triliun pada 2006, kemudian Rp 12,4 triliun pada 2007, menurun sedikit menjadi Rp 12,2 triliun pada 2008 dan meningkat lagi menjadi Rp 19,4 triliun pada 2009.
Target siswa SD dan SMP yang dilayani pun tiap tahun bertambah. Pada 2005 sebanyak 39 juta siswa, kemudian 2006 bertambah menjadi 39,7 juta siswa, meningkat lagi menjadi 41,9 juta siswa pada 2007, kemudian 42 juta siswa pada 2008 dan pada tahun 2009 adalah 42,5 siswa. Tahun 2010, dana yang diterima untuk masing-masing siswa sebesar Rp 397 ribu untuk tingkat SD. Sementara siswa SMP menerima Rp 570 ribu. Untuk wilayah kota jumlahnya menjadi Rp400 ribu untuk tingkat SD dan Rp 575 ribu bagi SMP.
Terkait masih adanya keterlambatan pencairan dana BOS di sekolah-sekolah, Dirjen Mandikdasmen Kemdiknas, Suyanto mengatakan hal itu disebabkan lambatnya laporan BOS tahun sebelumnya dari pihak sekolah yang disampaikan oleh dinas setempat.
Ia mencontohkan beberapa daerah seperti Nanggroe Aceh Darussalam yang seluruh sekolah penerima dana BOS sudah bisa mencairkan pada Januari 2010. Sementara beberapa daerah seperti Sumatera Utara dan Bengkulu mengalami keterlambatan akibat laporan keuangannya belum sampai ke pusat. “Hal-hal seperti ini harusnya bisa dibenahi terus menerus. Tapi hingga Agustus ini, sudah seluruh dana BOS dicairkan oleh sekolah-sekolah. Tinggal kita tunggu laporan serapannya pada akhir 2010 nanti,” tandas Suyanto.
Program BOS dimulai sejak tahun 2005 untuk mewujudkan program Wajib Belajar 9 Tahun. Dengan adanya program BOS, diharapkan biaya sekolah menjadi murah dan gratis bagi masyarakat miskin. Hadir pada acara Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemdiknas Suyanto, Direktur Pembinaan TK dan SD Ditjen Mandikdasmen Mudjito, Direktur Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen Didik Suhardi, dan Wakil Bank Dunia Mae Chu Chang.
Posting Komentar